Pahami dan Kuasai Pola Soal-soal USKP A Sebelumnya dengan MyConsultant

Hak, Kewajiban, dan Kewenangan Konsultan Pajak

Rian A. Putra

BREVETUSKP.COM – Profesi konsultan pajak di Indonesia adalah pilar penting dalam sistem perpajakan, yang tidak hanya berfungsi sebagai penyedia jasa komersial tetapi juga mengemban peran officium nobile atau profesi mulia. Peran ganda ini menempatkan konsultan pajak sebagai jembatan antara Wajib Pajak dan otoritas pemerintah, berkontribusi pada literasi pajak, kepatuhan, dan pada akhirnya, optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak.

Jika Kode Etik adalah “roh” dari profesi, maka Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111/PMK.03/2014 dan peraturan pelaksananya adalah “kerangka hukum” yang tidak dapat dipisahkan. Peraturan ini menetapkan hak, kewajiban, dan sanksi administratif yang mengikat. Kepatuhan terhadap peraturan ini adalah syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh dan mempertahankan Izin Praktik.

Artikel kali ini, brevetuskp.com akan mengupas tuntas tentang hak, kewajiban, dan wewenang yang dimiliki seorang konsultan pajak di Indonesia.

Hak Konsultan Pajak

Kerangka peraturan pemerintah lebih banyak menekankan pada kewajiban daripada hak. Satu-satunya hak fundamental yang diatur secara eksplisit adalah hak untuk memberikan jasa profesional, namun hak ini tidaklah tak terbatas.

Hak untuk Memberikan Jasa Sesuai Keahlian

Konsultan Pajak berhak untuk memberikan jasa konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan batasan tingkat keahlian yang tercantum dalam Izin Praktik yang dimilikinya. Penekanan frasa “sesuai dengan batasan tingkat keahliannya” sangat krusial. Ini berarti hak tersebut secara inheren terikat pada Izin Praktik (Tingkat A, B, atau C) yang dimiliki.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2015 kemudian merinci batasan-batasan ini secara spesifik, menegaskan bahwa praktik di luar lingkup sertifikasi adalah sebuah pelanggaran. Dengan demikian, hak ini adalah sebuah kewenangan bersyarat yang diberikan oleh negara.

Tingkatan keahlian ini dibagi menjadi tiga kategori :

  • Tingkat A: Konsultan Pajak dengan sertifikat tingkat A berwenang memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi. Namun, wewenang ini tidak mencakup Wajib Pajak yang berdomisili di negara yang memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia.
  • Tingkat B: Konsultan Pajak dengan sertifikat tingkat B memiliki keahlian untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Pengecualiannya adalah Wajib Pajak penanaman modal asing (PMA), Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib Pajak yang berdomisili di negara yang memiliki P3B dengan Indonesia.
  • Tingkat C: Konsultan Pajak dengan sertifikat tingkat C memiliki tingkat keahlian tertinggi, yang memungkinkan mereka memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tanpa pengecualian, termasuk yang terkait dengan PMA, BUT, dan P3B.

Lebih lanjut, Pasal 20 dalam peraturan dirjen nomor PER-13/PJ/2015 menegaskan bahwa memberikan jasa konsultasi yang tidak sesuai dengan tingkat keahliannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 merupakan salah satu tindakan yang dapat dikenai sanksi berupa teguran tertulis. Ini secara langsung mengindikasikan bahwa praktik di luar lingkup sertifikasi yang dimiliki adalah sebuah pelanggaran.

Kewajiban Konsultan Pajak

PMK Konsultan Pajak menetapkan serangkaian kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Konsultan Pajak. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban ini dapat memicu sanksi administratif secara langsung dari Kementerian Keuangan, mulai dari teguran hingga pencabutan izin. Izin Praktik dapat dipandang bukan sebagai kredensial permanen, melainkan sebagai “izin hidup” yang memerlukan pemeliharaan aktif dan berkelanjutan melalui pemenuhan kewajiban profesional dan administratif.

Memberikan Jasa Sesuai Peraturan Perundang-undangan

Konsultan Pajak wajib “memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Kewajiban ini menempatkan loyalitas kepada hukum di atas keinginan klien.

Mematuhi Kode Etik dan Standar Profesi

Sebagaimana telah dibahas, PMK Konsultan Pajak secara hukum mewajibkan setiap konsultan untuk “mematuhi kode etik Konsultan Pajak dan berpedoman pada standar profesi Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Asosiasi Konsultan Pajak”. Ini adalah jembatan hukum yang menghubungkan ranah etika dengan ranah regulasi pemerintah. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan moral serta etika yang harus diterapkan dalam menjalankan profesi secara profesional, objektif, independen, dan bertanggung jawab.

Mengikuti Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)

Untuk memastikan kompetensi para praktisi senantiasa terjaga, PMK mewajibkan setiap konsultan untuk “mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan (PPL)” dan memenuhi sejumlah Satuan Kredit Pengembangan Profesional Berkelanjutan (SKPPL) setiap tahunnya. Kewajiban PPL ini dimulai sejak Januari tahun berikutnya setelah Izin Praktik diterbitkan.

Jumlah SKPPL yang wajib dipenuhi berbeda untuk setiap tingkatan sertifikat, menunjukkan ekspektasi kompetensi yang lebih tinggi untuk tingkat yang lebih senior

  • Tingkat A: 20 SKPPL per tahun (minimal 16 terstruktur, 4 tidak terstruktur).
  • Tingkat B: 40 SKPPL per tahun (minimal 32 terstruktur, 8 tidak terstruktur).
  • Tingkat C: 60 SKPPL per tahun (minimal 48 terstruktur, 12 tidak terstruktur).

Kegiatan PPL terstruktur meliputi konferensi, seminar, lokakarya, diskusi panel, pelatihan, kursus dalam bidang perpajakan, atau kegiatan sejenis, termasuk PPL terstruktur jarak jauh bersertifikat. Kegiatan PPL tidak terstruktur mencakup peran sebagai pengurus asosiasi, partisipasi dalam kongres atau rapat asosiasi, mewakili asosiasi, menjadi anggota tim ad hoc, menjadi pengajar atau narasumber di bidang perpajakan, atau menulis artikel, makalah, atau buku yang relevan. Kegagalan memenuhi kewajiban PPL ini merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi teguran tertulis.

Menyampaikan Laporan Tahunan

Setiap Konsultan Pajak wajib menyampaikan laporan tahunan Konsultan Pajak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan paling lambat akhir bulan April tahun pajak berikutnya. Laporan ini harus memuat jumlah dan keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa konsultasi, dilampiri daftar realisasi kegiatan PPL, dan fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Asosiasi yang masih berlaku. Kelalaian dalam penyampaian laporan ini memiliki konsekuensi yang jelas dan berjenjang, mulai dari teguran tertulis, pembekuan izin, hingga pencabutan izin praktik.

Menyetujui Publikasi Data

Konsultan pajak wajib menyetujui publikasi data diri mereka (nama dan alamat) pada aplikasi administrasi Konsultan Pajak.

Kewajiban Administratif Lainnya

Selain kewajiban utama di atas, konsultan juga wajib:

  • Menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Kementerian Keuangan.
  • Memberitahukan secara tertulis setiap perubahan pada nama dan alamat rumah atau kantor.
  • Mendokumentasikan surat kontrak atau perjanjian dengan persekutuan/badan hukum tempat mereka berpraktik atau dengan Wajib Pajak yang menjadi dasar penyusunan Laporan Tahunan.
  • Memperpanjang masa berlaku Kartu Izin Praktik setiap 2 (dua) tahun sekali.
  • Memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai perubahan Asosiasi Konsultan Pajak tempat Konsultan Pajak berhimpun paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Surat Keputusan Pencabutan Keterangan Terdaftar Asosiasi Konsultan Pajak tempat Konsultan Pajak berhimpun dengan melampirkan fotokopi surat keputusan keanggotaan pada Asosiasi Konsultan Pajak yang baru yang telah dilegalisasi oleh Ketua Umum Asosiasi Konsultan Pajak.

Siklus kepatuhan ini menunjukkan bahwa pemerintah memandang pemenuhan kewajiban administratif sebagai proksi dari profesionalisme. Kelalaian dalam hal-hal administratif dapat dianggap sebagai indikasi kurangnya ketertiban dan profesionalisme, yang pada akhirnya dapat berujung pada hilangnya hak untuk berpraktik.

Dokumen Kelengkapan Saat Bertindak Sebagai Kuasa

Pada saat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak, Konsultan Pajak harus menyerahkan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak dan dokumen kelengkapan lainnya sebagai berikut:

  • Fotokopi kartu izin praktik konsultan pajak.
  • Surat pernyataan sebagai konsultan pajak.
  • Fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak.
  • Fotokopi tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir bagi kuasa yang telah memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Wewenang Konsultan Pajak

Konsultan Pajak mempunyai wewenang sebagaimana yang tertuang dalam surat kuasa khusus dengan ketentuan 1 (satu) surat kuasa khusus hanya dapat ditujukan terhadap pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak yang berkaitan dengan 1 (satu) jenis pajak untuk 1 (satu) Tahun Pajak, atau 1 (satu) Bagian Tahun Pajak, atau 1 (satu)/beberapa Masa Pajak, kecuali pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut dilakukan untuk beberapa jenis pajak sebagai satu kesatuan.

Wewenang ini mencakup berbagai tugas penting dalam perpajakan, di antaranya:

  1. Pengisian, penandatanganan, dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau SPT pembetulan yang tidak melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak (e-SPT).
  2. Permohonan pengangsuran pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya.
  3. Permohonan penundaan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya.
  4. Permohonan pemindahbukuan dan/atau proses penyelesaiannya.
  5. Usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu dan/atau proses penyelesaiannya.
  6. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya.
  7. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak kriteria tertentu atau Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dan/atau proses penyelesaiannya.
  8. Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan/atau proses penyelesaiannya.
  9. Pelaksanaan pemeriksaan.
  10. Permohonan pembetulan dan/atau proses penyelesaiannya.
  11. Pengajuan keberatan dan/atau proses penyelesaiannya.
  12. Permintaan penjelasan untuk pengajuan keberatan dan/atau banding.
  13. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan/atau proses penyelesaiannya, termasuk terhadap sanksi administrasi atas surat ketetapan pajak Pajak Bumi (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB.
  14. Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya.
  15. Permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya.
  16. Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB, yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya.
  17. Permohonan pengurangan PBB terutang dan/atau proses penyelesaiannya.
  18. Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan dan/atau proses penyelesaiannya.
  19. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
  20. Permohonan untuk memperoleh fasilitas perpajakan dan/atau proses penyelesaiannya.
  21. Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure).
  22. Permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dan/atau proses penyelesaiannya.
  23. Permohonan kode aktivasi dan password dalam rangka permintaan nomor seri Faktur Pajak.
  24. Pemberian tanggapan Wajib Pajak terhadap permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan.
  25. Menerima pemberitahuan Surat Paksa.
  26. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat dikuasakan.

Pada saat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak, Konsultan Pajak harus menyerahkan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak dan dokumen kelengkapan lainya sebagai berikut:

  1. fotokopi kartu izin praktik konsultan pajak;
  2. surat pernyataan sebagai konsultan pajak;
  3. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  4. fotokopi tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir bagi kuasa yang telah memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Yang Tidak Dapat Dikuasakan Kepada Konsultan Pajak

Bukan tanpa batasan, beberapa hal berikut tidak dapat dikuasakan kepada konsultan pajak:

  1. Kewajiban mendaftarkan diri bagi Wajib Pajak orang pribadi untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
  2. Permintaan dan/atau pencabutan Sertifikat Elektronik.
  3. Permohonan aktivasi EFIN.
  4. Penyampaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP dan/atau proses penyelesaiannya.
  5. Permohonan untuk dapat dimintakan penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP dan/atau proses penyelesaiannya.
  6. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dapat dikuasakan.

Referensi

Konten Terkait

Bagikan:

Leave a Comment

Ad Space Available - iklan@brevetuskp.com

Daftar Isi