Pahami dan Kuasai Pola Soal-soal USKP A Sebelumnya dengan MyConsultant

Kriteria dan Penghasilan Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%

Rian A. Putra

BREVETUSKP.COM – Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa yang dimaksud Wajib Pajak UMKM adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM akan dikenakan PPh yang bersifat final dengan tarif 0,5% (PPh Final 0,5%) dalam jangka waktu tertentu, kecuali jika Wajib Pajak UMKM memilih untuk menggunakan tarif PPh sesuai ketentuan umum PPh. Silahkan pelajari lebih lanjut pada pembahasan “Kupas Tuntas Wajib Pajak UMKM: Definisi, Kewajiban, dan Ketentuan Perpajakannya”.

Pada artikel kali ini, brevetuskp.com akan mengulas lanjutan artikel di atas, diantaranya: Kriteria Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%; Penghasilan Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%; dan Jangka Waktu Penggunaan PPh Final 0,5%.

Seperti yang telah diatur dalam PP 55 Tahun 2022, tidak semua Wajib Pajak UMKM dapat menggunakan PPh Final 0,5%. Demikian juga, tidak seluruh penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM tersebut dapat dikenai PPh Final 0,5%.

Kriteria Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%

Wajib Pajak UMKM yang dapat menggunakan atau dikenakan PPh Final 0,5% merupakan Wajib Pajak UMKM: 

  1. orang pribadi;
  2. koperasi;
  3. perseroan terbatas (PT);
  4. perseroan perseorangan (PT Perseorangan);
  5. persekutuan komanditer (CV);
  6. firma; atau
  7. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)

Contoh #1:
Bumdes Satria merupakan Badan Usaha Milik Desa Sariharjo yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar pada tahun pajak 2022. Bumdes Satria ini terdaftar di KPP Pratama X pada tahun 2022. Untuk itu, atas penghasilan Bumdes Satria selama tahun pajak 2023 dapat dikenakan PPh Final 0,5%.

Contoh #2:
Yayasan Budi Jaya memiliki penghasilan usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar selama tahun pajak 2023. Meskipun penghasilan Yayasan Budi Jaya belum melebihi Rp4,8 miliar, Yayasan Budi Jaya tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% karena tidak termasuk dalam Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%.

Wajib Pajak UMKM yang tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% adalah Wajib Pajak UMKM yang: 

  1. memilih menggunakan ketentuan umum PPh; 
  2. berbentuk persekutuan komanditer (CV) atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; 
  3. memperoleh fasilitas PPh berdasarkan: 
    • Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; 
    • PP 94 Tahun 2010 beserta perubahan atau penggantinya; 
    • Pasal 75 dan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus beserta perubahan atau penggantinya; dan 
  4. berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Terkait dengan CV atau firma yang dibentuk oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak UMKM, hal ini termasuk juga jika orang pribadi yang memiliki keahlian khusus tersebut hanya salah satu pendiri saja.

Contoh #1:
Dedi dan Rudi merupakan pengacara atau jasa konsultan hukum. Mereka berdua sepakat membentuk Firma Dedi, Rudi, dan Rekan. Meskipun peredaran usaha bruto dari Firma Dedi, Rudi, dan Rekan tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, firma tersebut tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5%.

Contoh #2:
Yunika memiliki profesi dokter gigi. Bersama dengan Sinta, karyawan swasta, Yunika mendirikan klinik perawatan gigi yang berbentuk CV dengan nama CV DST. Meskipun peredaran usaha bruto dari CV DST tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, CV DST tersebut tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% karena CV DST bergerak di bidang yang sama dengan Yunika, yaitu jasa perawatan gigi.


Penghasilan Wajib Pajak UMKM yang dikenakan PPh Final 0,5%

Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM tidak seluruhnya dapat dikenakan PPh Final 0,5%. Penghasilan Wajib Pajak UMKM yang tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5% adalah: 

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

Wajib Pajak UMKM dalam praktiknya juga ada yang memiliki penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Yang dimaksud dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tersebut meliputi:

  1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
  2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  3. olahragawan
  4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  6. agen iklan;
  7. pengawas atau pengelola proyek;
  8. perantara;
  9. petugas penjaja barang dagangan;
  10. agen asuransi; dan
  11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.

Contoh:
Maryadi merupakan dokter umum yang bertempat tinggal di Sleman. Selain menjadi dokter, Maryadi juga memiliki usaha apotik. Penghasilan yang diterima Maryadi sebagai dokter dan peredaran bruto usaha apotik belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Penghasilan Maryadi yang dapat dikenakan PPh Final 0,5% hanya dari usaha apotik. Sedangkan penghasilan sebagai dokter akan dikenakan PPh sesuai ketentuan umum PPh.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri.

Selain dari dalam negeri, penghasilan Wajib Pajak UMKM juga dapat berasal dari usaha yang dilakukan di luar negeri. Sebagai Wajib Pajak, Wajib Pajak UMKM juga harus melaporkan seluruh penghasilan yang diterima, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Penghasilan atas usaha di luar negeri tersebut tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5%.

Contoh:
Trisnoto memiliki usaha perdagangan kerajinan perak yang berlokasi di Yogyakarta. Selain di Yogyakarta, Trisnoto juga memiliki toko kerajinan perak yang berlokasi di Singapura dan telah dikenakan pajak di Singapura. Peredaran bruto usaha Trisnoto atas toko kerajinan perak di Yogyakarta dan Singapura belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Atas hal tersebut, penghasilan Trisnoto yang dikenakan PPh Final 0,5% hanya atas penghasilan toko kerajinan perak di Yogyakarta. Penghasilan toko kerajinan di Singapura akan dikenakan sesuai ketentuan umum PPh.

Penghasilan yang telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri.

Selain PPh Final 0,5%, dalam ketentuan perpajakan juga terdapat penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final dengan ketentuan tersendiri. Penghasilan yang dikenakan PPh Final tersebut antara lain: 

  1. penghasilan dari hadiah undian; 
  2. penghasilan dari usaha jasa konstruksi; penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan; dan 
  3. penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. 

Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dengan ketentuan tersendiri tersebut tidak dapat dikenakan PPh Final 0,5%.

Contoh:
Cahyono memiliki usaha toko kelontong di ruko miliknya. Selain memperoleh penghasilan dari toko kelontong, Cahyono juga memperoleh penghasilan dari menyewakan sebagian ruko yang dimilikinya. Peredaran usaha dari toko kelontong dan penghasilan dari persewaan ruko tersebut belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Meskipun belum melebihi Rp4,8 miliar, penghasilan Cahyono yang dapat dikenakan PPh Final 0,5% hanya yang bersumber dari toko kelontong. Penghasilan dari persewaan ruko dikenakan PPh Final sesuai dengan ketentuan pengenaan PPh Final atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.

Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. 

Dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh. terdapat penghasilan yang dikecualikan sebagai objek PPh. Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh tersebut antara lain: harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat; warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; dan sisa hasil usaha yang diterima anggota dari koperasi. Penghasilan yang dikecualikan objek PPh tersebut tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh Final 0,5%.

Contoh:
Wahyudi memiliki kegiatan usaha perdagangan pupuk. Selain itu, Wahyudi juga menerima pembagian sisa hasil usaha dari Koperasi ABC. Koperasi ABC merupakan koperasi para pedagang pupuk dan Wahyudi merupakan salah satu anggota koperasi. Peredaran bruto usaha perdagangan pupuk dan penghasilan dari pembagian sisa hasil usaha tersebut belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Atas hal tersebut, PPh Final 0,5% hanya dikenakan atas penghasilan dari usaha perdagangan pupuk. Penghasilan dari sisa hasil usaha Koperasi ABC tidak dikenakan PPh karena dikecualikan dari objek PPh.

Selain itu, penghasilan yang diterima Wajib Pajak UMKM dari pengalihan aset Wajib Pajak, misalnya kendaraan atau peralatan usaha, juga tidak dikenakan PPh Final 0,5%.

Contoh:
CV DRG bergerak di bidang jasa kebersihan yang masih termasuk dalam kriteria Wajib Pajak UMKM. Pada Mei 2024, CV DRG menjual beberapa peralatan kebersihan untuk diganti dengan peralatan yang baru. Atas penghasilan dari penjualan peralatan kebersihan tersebut, tidak dikenakan PPh Final 0,5%. Penghasilan atas penjualan peralatan kebersihan tersebut akan dikenakan sesuai ketentuan umum PPh.

Dengan demikian, selain yang dikecualikan tersebut, penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak UMKM dapat dikenakan PPh Final 0,5% dalam jangka waktu tertentu.


Jangka Waktu Penggunaan PPh Final 0,5%

Pada pembahasan sebelumnya, telah disampaikan bahwa penggunaan PPh Final 0,5% ini hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu. Wajib Pajak UMKM tidak dapat selamanya menggunakan tarif PPh Final 0,5%. 

Jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% ditentukan sebagai berikut: 

  • 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; 
  • 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa, atau perseroan perorangan; dan 
  • 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Ketentuan penghitungan jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% ini adalah sebagai berikut:

  • untuk Wajib Pajak UMKM, kecuali badan usaha milik desa dan perseroan perorangan, yang terdaftar pada tahun 2018 dan sebelumnya, penghitungan jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% dilakukan mulai Tahun Pajak 2018;
  • untuk Wajib Pajak UMKM, kecuali badan usaha milik desa dan perseroan perorangan, yang terdaftar setelah tahun 2018, penghitungan jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% dilakukan mulai Tahun Pajak Wajib Pajak tersebut terdaftar;
  • untuk Wajib Pajak UMKM badan usaha milik desa dan perseroan perorangan yang terdaftar pada tahun 2022 dan sebelumnya, penghitungan jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% dilakukan mulai Tahun Pajak 2022; dan
  • untuk Wajib Pajak UMKM badan usaha milik desa dan perseroan perorangan yang terdaftar setelah tahun 2022, penghitungan jangka waktu penggunaan PPh Final 0,5% dilakukan mulai Tahun Pajak Wajib Pajak tersebut terdaftar.

Contoh #1:
Tarsono memiliki kegiatan usaha restoran dan terdaftar sejak tahun 2016. Jika peredaran bruto usaha restoran Tarsono belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, maka Tarsono dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 (tujuh) tahun. Penggunaan PPh Final 0,5% tersebut dimulai Tahun Pajak 2018 sampai dengan Tahun Pajak 2024. Untuk Tahun Pajak 2025 dan seterusnya, Tarsono harus menggunakan ketentuan umum PPh.

Contoh #2:
CV PDR memiliki kegiatan usaha perdagangan elektronik dan terdaftar sejak tahun 2020. Jika peredaran bruto usaha CV PDR belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, maka CV PDR dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 4 (empat) tahun. Penggunaan PPh Final 0,5% tersebut dimulai Tahun Pajak 2020 sampai dengan Tahun Pajak 2023. Untuk Tahun Pajak 2024 dan seterusnya, CV PDR harus menggunakan ketentuan umum PPh.

Contoh #3:
Bumdes Mekarsari terdaftar pada tahun 2023. Jika peredaran bruto usaha Bumdes Mekarsari belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, maka Bumdes Mekarsari dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 4 (empat) tahun. Penggunaan PPh Final 0,5% tersebut dimulai Tahun Pajak 2023 sampai dengan Tahun Pajak 2026. Untuk Tahun Pajak 2027 dan seterusnya, CV PDR harus menggunakan ketentuan umum PPh.

Namun, jika di dalam masa penggunaan PPh Final 0,5% tersebut peredaran bruto usaha Wajib Pajak UMKM telah melebihi Rp4,8 miliar, maka Wajib Pajak UMKM tidak dapat menggunakan PPh Final 0,5% pada Tahun Pajak berikutnya.

Contoh:
Yulianto memiliki kegiatan usaha restoran dan terdaftar sejak tahun 2019. Jika peredaran bruto usaha restoran Yulianto belum melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak, maka Yulianto dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 (tujuh) tahun. Namun, pada Tahun Pajak 2022, peredaran bruto usaha Yulianto sebesar Rp5,5 miliar. Karena telah melebihi Rp4,8 miliar, maka untuk Tahun Pajak 2023 Yulianto sudah tidak diperkenankan menggunakan PPh Final 0,5%.


Kesimpulan

Wajib Pajak (WP) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun dapat memanfaatkan tarif PPh Final sebesar 0,5%. Fasilitas ini berlaku untuk WP berbentuk Orang Pribadi, Koperasi, CV, Firma, Perseroan Terbatas (PT), PT Perorangan, dan Bumdes. Namun, tarif ini tidak dapat digunakan oleh beberapa WP, seperti CV atau firma yang didirikan oleh tenaga ahli dengan keahlian khusus (contoh: firma hukum), WP yang memilih menggunakan tarif umum PPh, atau yang telah menerima fasilitas PPh lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa PPh Final 0,5% hanya berlaku untuk penghasilan dari kegiatan usaha. Tarif ini tidak mencakup penghasilan dari jasa pekerjaan bebas (seperti honor dokter atau pengacara), penghasilan dari luar negeri, atau penghasilan yang sudah dikenai PPh Final dengan ketentuan lain (contoh: sewa bangunan). Penggunaan tarif ini juga dibatasi oleh jangka waktu: 7 tahun untuk Orang Pribadi, 4 tahun untuk Koperasi/CV/Firma, dan 3 tahun untuk PT. Jika dalam periode tersebut omzet WP UMKM melebihi Rp4,8 miliar, maka pada tahun pajak berikutnya wajib beralih menggunakan tarif PPh umum.

Referensi

  • Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
  • Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2022
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023

Konten Terkait

Bagikan:

Leave a Comment

Ad Space Available - iklan@brevetuskp.com

Daftar Isi